KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah memberkati kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada bapak ABD.SYAHID, S.Pd.i,
M.A, sebagai dosen pembimbing mata kuliah fiqih, yang memberikan arahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Kami juga ingin mengucapkan terimakasih bagi seluruh pihak yang
telah membantu kami dalam pembuatan makalah
ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta
pada makalah ini.
Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang
mempunyai keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah kami selesaikan tidak semua
dapat kami deskripsikan dengan sempurna dengan makalah ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang kami miliki. Dimana kami juga memiliki keterbatasan
kemampuan. Untuk itu kami menerima saran dan kritik dari pembaca yang mana
sebagai batu loncatan untuk penyusunan makalah berikutnya.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang
dapat dipetik dan diambil dari makalah ini..
Tembilahan, April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................... 1
A.
LATAR BELAKANG........................................................ 1
B.
RUMUSAN MASALAH.................................................... 1
C.
TUJUAN.............................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN................................................................. 2
A.
ARTI PERNIKAHAN........................................................ 2
B.
DASAR HUKUM NIKAH.................................................. 2
C. RUKUN NIKAH.................................................................. 3
D. SYARAT-SYARAT PENGANTIN DAN WALI............. 3
E. IJAB DAN QABUL............................................................. 5
F. MAHAR (MASKAWIN)..................................................... 6
G. TUJUAN PERNIKAHAN.................................................. 6
H. HIKMAH PERNIKAHAN................................................. 8
BAB
III PENUTUP......................................................................... 9
A.
KESIMPULAN................................................................... 9
B.
SARAN................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
pernikahan merupakan salah satu
syariat yang sangat penting dalam islam, sebab dengan adanya pernikahan manusia
dapat berkembang biak hingga turun-temurun sejak mulai nabi Adam As dan Siti
Hawa sampai jaman sekarang.
Pernikahan antara manusia dan makhluk
yang lain nya pastilah terdapat banyak perbedaan. Kalaupernikahan pada hewan
dapat terjadi dimana saja dan kapan saja tanpa ada ikatan, tanggungjawab dan
aturan, maka pernikahan pada manusia telah diatur secara lengkap dalam syariat
agama islam, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-qur’an dan sabda
Rasulullah SAW. Pada sub bab pembahasan akan membahas lebih lanjut bagaimana
aturan pernikahan yang telah disyariatkan oleh agama islam.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud
dengana pernikahan?
2. Bagaimana hukum
nikah menurut agama islam dan apa saja rukun nikah itu?
3. Syarat-syarat
apa saja yang harus dipenuhi sebelum menikah?
4. Apa tujuan dari
melakukan pernikahan?
5. Apa hikmah yang
dapat dipetik dari sebuah pernikahan?
C. TUJUAN PENULISAN
Dengan adanya penulisan makalah ini penulis
mengharapkan agar mahasiswa-mahasiswi dan pembaca dapat mengetahui dan
mempelajari bagaimana pernikahan yang telah disyariatkan oleh agama islam. Dan
dapat menerapkannya kelak dilingkungan masyarat.
BAB II
PEMBAHASAN
NIKAH
A. ARTI
PERNIKAHAN
Nikah artinya “suatu akad yang
menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim
dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya” .
Dalam pengertian yang luas,
pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir anntara dua orang, laki-laki dan
perempuan, untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang
dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syari’at islam.[1]
B. DASAR HUKUM
NIKAH
Pada dasarnya pernikahan itu
diperintahkan/dianjurkan oleh syara’.
Firman Allah swt:
(#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz wr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù÷ ÇÌÈ
Artinya :
“. . .Maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat Berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja. . .”(Q.S. An-nisa’ : 3)
Hukum nikah ada lima :
1. Jaiz (boleh) ini
asal hukumnya.
2. Sunnat, bagi
orang yang berkehendak serta cukup nafkahnya sandang pangan dan lain-lainnya.
3. Wajib, bagi
orang yang cukup sandang pangan dan dikhawatirkan terjerumus kelembah
perzinaan.
4. Makhruh, bagi
orang yang tidak mampu memberikan nafkah.
5. Haram, bagi
orang yang berkehendak menyakiti perempuan yang akan dinikahi.[2]
C. RUKUN NIKAH
Rukun nikah ada lima :
1. Pengantin
laki-laki.
2. Pengantin
perempuan.
3. Wali.
4. Dua orang saksi.
5. Ijab dan qabul.
D. SYARAT-SYARAT
PENGANTIN DAN WALI[3]
1. Syarat
pengantin laki-laki
1. Tidak dipaksa/terpaksa.
2. Tidak dalam
ihram haji atau ‘umrah.
3. Islam (apabila
kawin dengan perempuan islam).
2. Syarat-syarat
pengantin perempuan
1. Bukan perempuan
yang dalam ‘iddah.
2. Tidak dalam
ikatan perkawinan dengan orang lain.
3. Antara laki-laki
dan perempuan tersebut bukan muhrim.
4. Tidak didalam
keadaan ihram haji dan ‘umrah.
3. Wali dan
susunan prioritasnya
Akad
nikah tidak sah kecuali dengan seorang wali (dari pihak perempuan) dan dua
orang saksi yang adil.
Wali
yang mengaqadkan ada 2 macam, yaitu Wali Nasab dan Wali Hakim.
a. Wali nasab
Wali nasab ialah wali yang ada
hubungan darah dengan perempuan yang akan dinikahinya, yaitu :
1. Ayah dari
perempuan yang akan dinikahkan itu.
2. Kakek (ayah dari
ayah mempelai perempuan).
3. Saudara
laki-laki yang seayah seibu dengan dia.
4. Saudara
laki-laki yang seayah dengan dia.
5. Anak laki-laki
dari saudara laki-laki yang seibu seayah dengan dia.
6. Anak laki-laki
dari saudara laki-laki yang seayah saja dengan dia.
7. Saudara ayah
yang laki-laki (pamanya dari pihak laki-laki).
8. Anak laki-laki dari paman yang dari pihak
ayahnya yang sekandung, kemudian yang seayah.
b. Wali Hakim
Wali hakim ialah kepala negara yang
beragama islam, dan dalam hal ini biasanya kekuasaannya diindonesia dilakukan
oleh kepala pengadilan Agama, ia dapat mengangkat orang lain menjadi hakim (
biasanya yang menganngkat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan ) untuk
mengaqadkan nikah perempuan yang berwali hakim.
4. Syarat-syarat
wali
1. Syarat orang
yang bukan islam tidak sah menjadi wali,sebab dalam al-Qur’an telah dinyatakan
bahwa orang kafir itu tidak boleh menjadi wali yang menikahkan pengantin perempuan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah
swt. Dalam Al-Qur’an :
w ÉÏGt tbqãZÏB÷sßJø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# uä!$uÏ9÷rr& `ÏB Èbrß tûüÏZÏB÷sßJø9$#
Artinya
:
“janganlah
orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan
orang-orang mukmin”.
2.
Laki-laki.
3.
Baliqh dan
berakal.
4.
Merdeka bukan
sahaya.
5.
Bersifat adil.
5.
Syarat-syarat
Saksi
1.
Laki-laki.
2.
Beragama islam.
3.
Akil baligh.
4.
Mendengar.
5.
Bisa berbicara
daan melihat.
6.
Waras (berakal)
7.
Adil.
E. IJAB DAN QABUL
Ijab
yaitu ucapan wali ( dari pihak perempuan ) atau wakilnya sebagai penyerah
kepada pihak pengantin laki –laki.
Sedangkan Qabul yaitu ucapan pengantin laki – laki atau wakilnya sebagai
tanda penerimaan. [4]
Ijab
dan kabul adalah proses terpenting dalam sebuah pernikahan, sebab dengan ijab
dan qabul inilah seorang laki-laki dan perempuan resmi menjadi suami dan istri.
[5]
Ucapan ijab dan qabul
sebagai berikut :[6]
1.
Ijab dari wali
atau orang tua pengantin perempuan kepada pengantin laki- laki : “ aku nikahkan
engkau dengan fatimah anak ku dengan mas kawin seribu rupiah tunai “. Sedangkan
Qabul dari pengantin laki- laki : “ aku terima nikahnya fatimah binti ahmad
dengan mas kaein seribu rupiah”.
2.
Bila ijab
diucapkan oleh wakil wali kepada pengantin laki-laki : “ aku nikahkan engkau
dengan fatimah binti ahmad yang telah mewakilkan kepada ku dengan mas kawin
seribu rupiah”. Sedangkan Qabul dari pengantin laki –laki, seperti Qabul
yangdisebutkan pada nomor satu.
3.
Bila ijab
diucapkan oleh wali sendiri kepada wakil calon suami atau pengantin laki-laki :
“ aku kawinkan pulan yang mewakilkan kepada ku dengan fatimah anak ku dengan
mas kawin seribu rupiah tunai”. Sedangkan Qabul dari pengantin laki-laki : “
aku terima nikahnya Fatimah binti Ahmad untuk Fulan yang mewakilkan kepada ku
dengan mas kawin seribu rupiah tunai.
4.
Bila ijab di
ucapkan oleh wakil wali kepada wakil calon suami (pengantin laki-laki ) : “aku
nikahkan Fulan yang mewakilkan kepada mu dengan fatimah binti ahmad yang
mewakilkan kepada ku dengan maskawin seribu rupiah tunai. Sedangkan Qabul dari
pengantin laki-laki sama seperti di nomor 3.
F.
MAHAR
( MASKAWIN)
Maskawin
hukumnya wajib, karna termasuk syarat nikah, tetapi menyebutkannya dalam
pernikahan hukumnya sunnat. Maskawin tidak ada batasan banyak dan sedikitnya.
Pihak laki-laki dan perempuan boleh menentukannya. Tapi mahar yang baik adalah
mahar yang tidak terlalu mahal. Seorang suami wajib membayar sebanyak mahar
yang telah ditentukan waktu ijab dan qabul.
Adapun syarat-syarat
mahar yaitu :
1.
Benda yang suci,
atau pekerjaan yang bermanfaat.
2.
Milik suami
3.
Ada manfaatnya
4.
Sanggup
menyerahkan ( mahar tidak sah dengan benda yang sedang dirampas orang dan tidak
sanggup menyerahkannya )
5.
Dapat diketahui
sifat dan jumlahnya[7]
G. TUJUAN PERNIKAHAN
Tujuan
pernikahan dalam hukum islam adalah untuk memberikan ketentraman hati serta
saling membagi kasih sayang, sebagaimana
firman Allah dalam surah Ar-Rum ayat 21 :
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
Artinya :“ dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”. ( Q.S. Ar-Rum :21 )
Pernikahan
disamping bertujuan melestarikan keturunan yang baik, juga untuk mendidik jiwa
manusia agar bertambah rasa kasih sayangnya, bertambah kelembutan jiwa
dankecintaannya, dan akan terjadi perpaduan perasaan antara dua jenis kelamin.
Sebab antara keduanya ada perbedaan cita rasa, emosi kesanggupan mencintai,
kecakapan dan lain-lain.
Selain itu,
disyariatkan nya pernikahan mempunyai tujuan untuk memperoleh anak dan
keturunan yang sah menuru islam, dengan harapan agar nanti anak yang dilahirkan
dari perkawinan yang sah tersebut akan menjadi penerus generasi muslim yang
sholeh dan sholehah. Sehingga dari anak sholeh dan sholehah tersebut,
diharapkan akan selalu mendoakan orang tuanya, yang mana doa dari anak yang
sholeh pasti diterima oleh Allah swt.
Sebuah
pernikahan juga bertujuan untuk menyalurkan kebutuhan biologis (seks ) secara
sah dan halal antara lelaki dan perempuan. Sebagaimana firman Allah swt :
¨@Ïmé& öNà6s9 s's#øs9 ÏQ$uÅ_Á9$# ß]sù§9$# 4n<Î) öNä3ͬ!$|¡ÎS 4 £`èd Ó¨$t6Ï9 öNä3©9 öNçFRr&ur Ó¨$t6Ï9 £`ßg©9 3 zNÎ=tæ ª!$# öNà6¯Rr& óOçGYä. cqçR$tFørB öNà6|¡àÿRr& . . .
ÇÊÑÐÈ
Artinya
: “ Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu . . .
( Q.S. Al-Baqarah : 187 )
H. HIKMAH PERNIKAHAN
Hikmah
pernikahan sangat berkaitan erat dengan tujuan diciptakannya manusia ke muka
bumi. Al- Jurjani menjelaskan bahwa tuhan menciptkan manusia dengan tujuan
untuk memakmurkan bumi, dimana bumi dan segala isinya diciptakan untuk
kepentingan manusia. Oleh karena itu, demi kemakmuran bumi secara lestari,
kehadiran manusia sangat diperlukan sepanjang bumi masih ada. Pelestarian
keturunan manusia merupakan sesuatu yang mutlak, sehingga eksistensi bumi
ditengah-tengah alam semesta tidak menjadi sia-sia. Pelestarian manusia secara
wajar dibentuk melalui pernikahan. Maka, demi memakmurkan bumi, pernikahan
mutlak diperlukan untuk kemakmuran bumi.
Hikmah menikah
yang paling pokok ialah membuat seseorang lebih terjaga kehormatan agama dan
diri nya. Menurut imam ghazali dalam Ihya’nya, bahwa diantara faedah dan
hikamah menikah adalah bisa menciptakan keturunan yang sholeh dan sholeha, bisa
meredam nafsu jahat, bisa mengikat tali cinta kasih sayang dalam keluarga dan
segala nafkah yang diberikan kepafada istri akan dibalas dengan pahala
sebagaimana jihad fi sabilillah. Jika dia berhasil mencetak anak sholeh, kelak
anak itu akan mendoakan dirinya bila sudah meninggal dunia.[8]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dapat kita simpulkan bahwa pernikahan
adalah perjanjian perikatan antara pihak laki-laki dan perempuan untuk
melaksanakan kehidupan suami istri, Hidup berumah tangga, melanjutkan keturunan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum agama islam. Pernikahan merupakan salah
satu yang diperintahakan oleh Allah dan Rasulnya, maka sebuah pernikahan akan
bernilai sebuah ibadah yang akan mendapat pahala dari Allah SWT jika di
jalankan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah Allah tetapkan.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini, penulis
mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan mahasiswa-mahasiswi
khususnya. Terutama agar para mahasiswa-mahasiswi dapat menerapkan dalam
kehidupan nantinya dan semoga penulisan makalah ini mendapat ridho dari Allah
SWT.
DAPTAR PUSTAKA
Rifa’i, Moh. (1978)., Ilmu Fiqih
Islam Lengkap, Semarang : CV. Toha Putra.
Turoichan Musa dan Nurul Mubin. (2010)., Nikmatnya Bulan Madu Dalam
pernikahan, Surabaya : Ampel Mulia.
[1] Moh.
Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, ( Semarang, Toha Putra :1978 ), hlm.
453
[2] Moh. Rifa’i, ibid, hlm.454-456
[4] Moh.
Rifa’i, ibid, hlm. 461-462
[5] Musa Turoichan dan Nurul Mubin, Nikmatnya Bulan Madu Dalam Pernikahan, (
Surabaya: Ampel Mulia, 2010 ), hlm. 40
[6] Moh.
Rifa’i, op.cit, hlm. 462
[7] Moh.
Rifa’i, ibid, hlm. 462-463
[8] Musa
Turoichan dan Nurul Mubin,