BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Manusia adalah yang berbudaya, kebudayaan manusia mempunyai
berbagai ragam dikalangan masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan, kepercayaan dan
kebudayaan prilaku yang sesuai dengan aturan yang berlaku dikalangan
masyarakat. Walau pun agama dan kepercayaan berbeda tetapi berbudaya dan
kebudayaan yang satu dengan yang lain saling menghargai dan menghormati,
kebudayan merupakan wujud dari daya cipta, karsa, dan rasa manusia sebagai
suatu etnis yang mempunyai sejarah cukup panjang melayu memiliki kebudayaan
yang amat kaya. Wujud daya cipta manusia berupa benda-benda hasil karya
manusia, wujud daya rasa manusia merupakan aktivitas berkelakuan yang baik
dalam mewujudkan budaya dalam masyarakat termasuklah keagamaan masing-masing
kepercayaan dan budaya, untuk melestarikan kebudayaan melayu. Budaya melayu
sebagai salah satu kebudayaan di indonesia telah memberi sumbangan yang sangat
luas bagi membentuk karakter dan budaya masyarakat indonesia secara umum. Pada masa
itu budaya melayu pemikiran dan orang lebih terpesona pada budaya global yang
menyeluruh indonesia, pada masa orde baru memberikan peluang yang sangat luas
kepada melayu untuk berkembang diseluruh kepulauan indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEPERCAYAAN
DAN KEAGAMAAN MELAYU
a.
Pengertian
Agama dan kepercayaan menurut masyarakat Melayu
Pada
masyarakat melayu, mereka membedakan antara agama dan kepercayaan. Menurut
masyarakat melayu, Agama yang dianggap oleh mereka adalah agama-agama besar yang diakui oleh
pemerintah. Seperti Islam, Kristen, Khatolik, Hindu dan Budha. Sementara
keyakinan-keyakinan seperti penyembahan pada ‘dewa-dewa’ dan kepercayaan akan
kekuatan yang memiliki makhluk halus (jin, hantu, jembalang, dan lainnya) hanya
dianggap sebagai suatu kepercayaan saja. Seperti yang terdapat pada suku
“terasing” – suku Talang Mamak, Suku Akit, Suku Laut dan lainnya. Maupun
kepercayaan yang juga mencakup masalah upacara-upacara yang lahir dari
kebiasaan-kebiasaan lama orang melayu, seperti tepung tawar, mati tanah dan
lainnya.
b.
Kepercayaan
masyarakat melayu
Kaum
melayu adalah penganut animisme dan dinamisme yang menjelaskan tentang luasnya
praktek-praktek kepercayaan kuno berbasis melayu. Diantara praktek-praktek
tersebut seperti sihir, tahayul, tabu, pendukunan dalam hubungannya dengan
makhluk ghaib seperti tuyul, setan, jin, hantu dan lain-lainnya.[1]
Dinamisme,
berasal dari bahasa yunani, dymanis : artinya kekuasaan, kekuatan, khasiat.
Dinamisme adalah kepercayaan kepada benda-benda yang dianggap memiliki unsur
kekuatan magis. Diantara unsur kepercayaan dinamisme yang melekat dalam
struktur budaya melayu pada periode ini adalah kepercayaan akan kekuatan
benda-benda yang mengandung kesaktian, dinamakan fetisy. Fetisy sebagai bagian
luar dari tubuh manusia yang kalau seandainya tidak ada, akan berdampak pada
kehidupan secara keseluruhan.
Animisme,
berasal dari bahasa yunani anima, berartinya nyawa. Animisme adalah kepercayaan
terhadap suatu benda yang dianggap memiliki nyawa dan menjadi tempat pelindung.
Diantara unsur animisme pada periode ini dalam masyarakat melayu adalah totem.
Totem atau totemisme adalah sejenis roh pelindung manusia yang berwujud
binatang.[2]
c.
Keagamaan
masyarakat melayu
Masuknya
sistem kepercayaan hindu dan budha mengganti kepercayaan dinamisme dan animisme
pada masyarakat melayu. Kepercayaan hindu menawarkan sistem dewa-dewa dan kasta
dengan penjagaan kualitas budaya ada pada penguasaan dan tokoh agama. Kemudian
berkembang pula agama islam di nusantara menggantikan kepercayaan dan agama
yang dianut oleh masyarakat melayu.
1.
Agama
Hindu
Pengaruh
agama Hindu tersebar sejak abad ke 6 lagi yang dibawa oleh pedagang India.
Penyebaran agama ini berkembang pesat ketika kedatangan golongan Brahmana dan
penerimaan agama ini oleh golongan pemerintah.
Ajaran
ini diterima oleh pemerintah karena agama ini berperang teguh kepada konsep
Dewaraja yaitu raja adalah tuhan dibumi yang sekaligus memperkukuhkan kedudukan
raja sebagai pemerintah. Sebagai contoh, terdapat dua buah kerajaan Hindu di
tanah Melayu yaitu kerajaan Langkasuka dan kerajaan Kedah Tua. Disamping itu
terdapatnya penyembahan Dewa Siwa dan vishnu, yang dapat dilihat daripada
pembinaan Candi Bukit Batu Pahat dan Candi Bukit Pendiat di lembah Bujang,
kedah.
Dikarenakan
prinsip kedatangan agama hindu yang diarahkan pada kaum bangsawan, banyak pihak
yang mengatakan bahwa sebenarnya hanya golongan bangsawanlah yang menganut
agama ini dengan sungguh-sungguh. Meskipun mereka sendiri tidak benar-benar
paham dengan ajaran filsafat hindu yang asli.
Mereka
hanya mementingkan perkara yang berkaitan dengan tata upacara serta
ajaran-ajaran yang membesarkan keagungan dewa bagi kepentingan mereka sendiri,
sehingga secara tidak langsung dengan menjadi penganut agama hindu mereka
memperkukuh kedudukan mereka didalam struktur
lapisan didalam puncak masyarakat.
2.
Agama
Budha
Agama
Budha pula turut tersebar dikalangan masyarakat melayu dan ia mempunyai
pertalian dengan agama Hindu. Ini disebabkan agama ini mengalami pengakomodiran
dengan unsur-unsur agama Hindu.
Agama
ini diasaskan oleh Sidharta Gautama di India. Agama ini melarang manusia
melakukan kekejaman karena ia tidak mendatangkan sebarang kebaikan.
Ajaran
agama budha ini mudah diterima karena anggapan mereka bahwa pengasas agama
budha merupakan penjelmaan kembali salah satu dari pada Dewa Hindu.[3]
3.
Agama
Islam
Islam
datang ke nusantara ketika pengaruh Hindu dan Budha masih kuat. Kala itu,
majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah
indonesia. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan islam
masuk ke indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal
tersebut. Setidaknya adanya tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses
masuknya islam ke indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori
Persia.
ü Teori Gujarat
Teori
gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan islam ke indonesia dari Gujarat pada
abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagian barat, berdekatan dengan
Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana
dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel
dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab
Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyah (abad ke-7 M),
namun yang menyebarkan islam ke indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang
Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk islam dan
berdagang ke dunia timur, termasuk indonesia.
ü Teori Persia
Teori
persia mengatakan bahwa proses kedatangan islam ke indonesia berasal dari
daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein
Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein
lebih menitik beratkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang
berkembang antara masyarakat Persi dan indonesia. Tradisi tersebut antara lain
: tradisi merayakan 10 muharam atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas
kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam
tradisi tabut di pariaman di Sumatra Barat. Istilah “tabut” (keranda ) diambil
dari bahasa Arab yang di translasi melalui bahasa Persi. Tradisi lain adalah
ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar
dari jawa Tengah dengan ajaran Sufi Al-Hallaj dari persia. Bukan kebetulan,
keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai
bertentangan dengan ketauhitan islam (murtad) dan membahayakan stabilitas
politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan
teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan
yang dipakai dikiburan islam awal ddi Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa
umat islam Indonesia menganut mazhab Syafei, sama seperti kebanyakan muslim di
Iran.
ü Teori Mekkah
Teori
adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa islam baru sampai
dinusantara pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujara. Teori ini mengatakan
bahwa islam masuk ke nusantara langsung dari mekah (arab) sebagai pusat agama
islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari cina yang
menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di
pantai barat Sumatra. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Karim
Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka
mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada
dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak
seluruh anggapan para sarjana Barat yng mengemukakan bahwa islam datang ke
indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan
rujukan HAMKA adalah sumber lokal indonesia dan sumber Arab. Menurutnya,
motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai-nilai ekonomi,
melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan
Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh
sebelum tarikh masehi.
Proses
masuknya islam di Indonesia
Proses masuknya islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
Ø Melalui cara perdagangan
Para pedagang
ini juga tidak hanya berdagang namun tidak jarang mengundang para ulama dan
mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para ulama dan mubaliqh yang
datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga memiliki salah satu peran
penting dalam upaya penyebaran islam di Indonesia.
Ø Melalui perkawinan
Bagi masyarakat
pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kalangan yang terpandang. Hal
ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis
mereka dengan para pedagang ini.
Ø Melalui pendidikan
Pengajaran dan
pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan
dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama,
ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamanya dan
akan mendakwahkan islam di kampung masing-masing.
Ø Melalui kesenian
Wayang adalah
salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan
Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandanh yang mementaskan wayang untuk
mengenalkan agama islam. Cerita wayang yang di pentaskan biasanya di petik dari
kisah mahabrata atau ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai islam.[4]
B.
Kebudayaan
masyarakat melayu
Sebelum
berbicara jauh mengenai budaya melayu ada baiknya kita mengetahui itu apa itu
budaya. Menurut koentjaraningrat (1976;28) budaya itu sendiri adalah budaya
dari budi yang berupa cipta dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta,
karsa dan rasa. Masing-masing daerah memiliki budaya nya masing-masing, budaya
terbentuk secara alimiah sedangkan kebudayaan suatu hasil yang diciptakan oleh
manusia. Budaya terbentuk dari kebiasaan masyarakat yang menjalankan kehidupan
nya sehari-hari, kemudian hal-hal yang telah menjadi kebiasaan dituangkan ke
dalam suatu bentuk kesenian yang akhirnya akan menciptakan suatu bentuk
kebudayaan yang mencerminkan kehidupan masyarakat disekitarnya.
Berbicara
mengenai budaya melayu tentu hal yang paling mendasar yang harus kata ketahui
adalah pesan yang telah diwarisi secara turun-menurun. Kesemua hal-hal mendasar
itu tentu saja berlandaskan ajaran agama islam karena asal muasal budaya melayu
sedikit banyak berasal dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang-pedagang arab
pada masa itu. Seperti kesenian yang kita biasa saksikan sekarang yaitu tari
Zapin, syair, alat musik gambus dan sebagainya. Tentunya semua telah mengalami
penyesuaian sehingga bisa masuk menjadi suatu kebudayaan yang pas bagi
masyarakat melayu.[5]
Dengan
semakin berkembangnya zaman tentu terjdi berbagai macam perubahan pada kesenian
dan kebudayaan melayu. Hal ini tidak dapat kita hindari, berbagai interaksi
dari kebudayaan luar dapat mempengaruhi keutuhan kebudayaan melayu itu sendiri.
Namun ada pepatah mengatakan “Takkan melayu hilang dibumi”. Dengan adanya
perubahan-perubahan yang terjadi ditengah masyarakat maka perubahan bentuk dan
struktur juga akan berkembang seiring berjalannya waktu. Dalam artian, kesenian
dan kebudayaan melayu akan dapat menyesuaikan diri dari waktu kewaktu. Hal ini
dapat diwujudkan dalam kesenian melayu kontemporer. Namun dalam perubahannya
tetap harus didasari oleh nilai-nilai luhur yang dasar masyarakat melayu, sehingga
warisan kebudayaan melayu dapat dipertahankan.[6]
[1]
http://singkrof.blogspot.com/2012/03/agama-dan-kepercayaan-dalam-kehidupan.html
[2]
Rajainilamarboet.blogspot.com
[3]
http://singkrof.blogspot.com/2012/03/agama-dan-kepercayaan-dalam-kehidupan.html
[4]
http://www.kucoba.com/2012/11/sejarah-masuknya-islam-ke-indonesia.html
[5]
http://www.mahyudinalmudra.com/work/detail/290/kemelayuan-dan-keislaman-di-indonesia.
[6]
http://www.wisatapekanbaru.com/sekapur-sirih-budaya-melayu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar