Senin, 23 Februari 2015

KEPERCAYAAN DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT MELAYU(ISLAM DAN TEMADUN MELAYU)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Manusia adalah yang berbudaya, kebudayaan manusia mempunyai berbagai ragam dikalangan masyarakat yang berkaitan  dengan nilai-nilai keagamaan, kepercayaan dan kebudayaan prilaku yang sesuai dengan aturan yang berlaku dikalangan masyarakat. Walau pun agama dan kepercayaan berbeda tetapi berbudaya dan kebudayaan yang satu dengan yang lain saling menghargai dan menghormati, kebudayan merupakan wujud dari daya cipta, karsa, dan rasa manusia sebagai suatu etnis yang mempunyai sejarah cukup panjang melayu memiliki kebudayaan yang amat kaya. Wujud daya cipta manusia berupa benda-benda hasil karya manusia, wujud daya rasa manusia merupakan aktivitas berkelakuan yang baik dalam mewujudkan budaya dalam masyarakat termasuklah keagamaan masing-masing kepercayaan dan budaya, untuk melestarikan kebudayaan melayu. Budaya melayu sebagai salah satu kebudayaan di indonesia telah memberi sumbangan yang sangat luas bagi membentuk karakter dan budaya masyarakat indonesia secara umum. Pada masa itu budaya melayu pemikiran dan orang lebih terpesona pada budaya global yang menyeluruh indonesia, pada masa orde baru memberikan peluang yang sangat luas kepada melayu untuk berkembang diseluruh kepulauan indonesia. 

   







 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEPERCAYAAN DAN KEAGAMAAN MELAYU

a.       Pengertian Agama dan kepercayaan menurut masyarakat Melayu

Pada masyarakat melayu, mereka membedakan antara agama dan kepercayaan. Menurut masyarakat melayu, Agama yang dianggap oleh mereka adalah  agama-agama besar yang diakui oleh pemerintah. Seperti Islam, Kristen, Khatolik, Hindu dan Budha. Sementara keyakinan-keyakinan seperti penyembahan pada ‘dewa-dewa’ dan kepercayaan akan kekuatan yang memiliki makhluk halus (jin, hantu, jembalang, dan lainnya) hanya dianggap sebagai suatu kepercayaan saja. Seperti yang terdapat pada suku “terasing” – suku Talang Mamak, Suku Akit, Suku Laut dan lainnya. Maupun kepercayaan yang juga mencakup masalah upacara-upacara yang lahir dari kebiasaan-kebiasaan lama orang melayu, seperti tepung tawar, mati tanah dan lainnya.

b.      Kepercayaan masyarakat melayu

Kaum melayu adalah penganut animisme dan dinamisme yang menjelaskan tentang luasnya praktek-praktek kepercayaan kuno berbasis melayu. Diantara praktek-praktek tersebut seperti sihir, tahayul, tabu, pendukunan dalam hubungannya dengan makhluk ghaib seperti tuyul, setan, jin, hantu dan lain-lainnya.[1]
Dinamisme, berasal dari bahasa yunani, dymanis : artinya kekuasaan, kekuatan, khasiat. Dinamisme adalah kepercayaan kepada benda-benda yang dianggap memiliki unsur kekuatan magis. Diantara unsur kepercayaan dinamisme yang melekat dalam struktur budaya melayu pada periode ini adalah kepercayaan akan kekuatan benda-benda yang mengandung kesaktian, dinamakan fetisy. Fetisy sebagai bagian luar dari tubuh manusia yang kalau seandainya tidak ada, akan berdampak pada kehidupan secara keseluruhan.
Animisme, berasal dari bahasa yunani anima, berartinya nyawa. Animisme adalah kepercayaan terhadap suatu benda yang dianggap memiliki nyawa dan menjadi tempat pelindung. Diantara unsur animisme pada periode ini dalam masyarakat melayu adalah totem. Totem atau totemisme adalah sejenis roh pelindung manusia yang berwujud binatang.[2]

c.       Keagamaan masyarakat melayu

Masuknya sistem kepercayaan hindu dan budha mengganti kepercayaan dinamisme dan animisme pada masyarakat melayu. Kepercayaan hindu menawarkan sistem dewa-dewa dan kasta dengan penjagaan kualitas budaya ada pada penguasaan dan tokoh agama. Kemudian berkembang pula agama islam di nusantara menggantikan kepercayaan dan agama yang dianut oleh masyarakat melayu.

1.      Agama Hindu

Pengaruh agama Hindu tersebar sejak abad ke 6 lagi yang dibawa oleh pedagang India. Penyebaran agama ini berkembang pesat ketika kedatangan golongan Brahmana dan penerimaan agama ini oleh golongan pemerintah.
Ajaran ini diterima oleh pemerintah karena agama ini berperang teguh kepada konsep Dewaraja yaitu raja adalah tuhan dibumi yang sekaligus memperkukuhkan kedudukan raja sebagai pemerintah. Sebagai contoh, terdapat dua buah kerajaan Hindu di tanah Melayu yaitu kerajaan Langkasuka dan kerajaan Kedah Tua. Disamping itu terdapatnya penyembahan Dewa Siwa dan vishnu, yang dapat dilihat daripada pembinaan Candi Bukit Batu Pahat dan Candi Bukit Pendiat di lembah Bujang, kedah.
Dikarenakan prinsip kedatangan agama hindu yang diarahkan pada kaum bangsawan, banyak pihak yang mengatakan bahwa sebenarnya hanya golongan bangsawanlah yang menganut agama ini dengan sungguh-sungguh. Meskipun mereka sendiri tidak benar-benar paham dengan ajaran filsafat hindu yang asli.
Mereka hanya mementingkan perkara yang berkaitan dengan tata upacara serta ajaran-ajaran yang membesarkan keagungan dewa bagi kepentingan mereka sendiri, sehingga secara tidak langsung dengan menjadi penganut agama hindu mereka memperkukuh kedudukan mereka didalam struktur  lapisan didalam puncak masyarakat.

2.      Agama Budha

Agama Budha pula turut tersebar dikalangan masyarakat melayu dan ia mempunyai pertalian dengan agama Hindu. Ini disebabkan agama ini mengalami pengakomodiran dengan unsur-unsur agama Hindu.
Agama ini diasaskan oleh Sidharta Gautama di India. Agama ini melarang manusia melakukan kekejaman karena ia tidak mendatangkan sebarang kebaikan.
Ajaran agama budha ini mudah diterima karena anggapan mereka bahwa pengasas agama budha merupakan penjelmaan kembali salah satu dari pada Dewa Hindu.[3]

3.      Agama Islam

Islam datang ke nusantara ketika pengaruh Hindu dan Budha masih kuat. Kala itu, majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah indonesia. Meskipun begitu, belum diketahui secara pasti sejak kapan islam masuk ke indonesia karena para ahli masih berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Setidaknya adanya tiga teori yang mencoba menjelaskan tentang proses masuknya islam ke indonesia yaitu teori Mekkah, teori Gujarat, dan teori Persia.

ü  Teori Gujarat

Teori gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan islam ke indonesia dari Gujarat pada abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyah (abad ke-7 M), namun yang menyebarkan islam ke indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk indonesia.

ü  Teori Persia

Teori persia mengatakan bahwa proses kedatangan islam ke indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitik beratkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Persi dan indonesia. Tradisi tersebut antara lain : tradisi merayakan 10 muharam atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di pariaman di Sumatra Barat. Istilah “tabut” (keranda ) diambil dari bahasa Arab yang di translasi melalui bahasa Persi. Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari jawa Tengah dengan ajaran Sufi Al-Hallaj dari persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhitan islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai dikiburan islam awal ddi Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat islam Indonesia menganut mazhab Syafei, sama seperti kebanyakan muslim di Iran.
  
ü  Teori Mekkah

Teori adalah teori baru yang muncul untuk menyanggah bahwa islam baru sampai dinusantara pada abad ke-13 dan dibawa oleh orang Gujara. Teori ini mengatakan bahwa islam masuk ke nusantara langsung dari mekah (arab) sebagai pusat agama islam sejak abad ke-7. Teori ini didasari oleh sebuah berita dari cina yang menyatakan bahwa pada abad ke-7 sudah terdapat sebuah perkampungan muslim di pantai barat Sumatra. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yng mengemukakan bahwa islam datang ke indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai-nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.

Proses masuknya islam di Indonesia

Proses masuknya islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

Ø  Melalui cara perdagangan
Para pedagang ini juga tidak hanya berdagang namun tidak jarang mengundang para ulama dan mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para ulama dan mubaliqh yang datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga memiliki salah satu peran penting dalam upaya penyebaran islam di Indonesia.

Ø  Melalui perkawinan
Bagi masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kalangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini.

Ø  Melalui pendidikan
Pengajaran dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamanya dan akan mendakwahkan islam di kampung masing-masing.

Ø  Melalui kesenian
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandanh yang mementaskan wayang untuk mengenalkan agama islam. Cerita wayang yang di pentaskan biasanya di petik dari kisah mahabrata atau ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai islam.[4]

B.      Kebudayaan masyarakat melayu

Sebelum berbicara jauh mengenai budaya melayu ada baiknya kita mengetahui itu apa itu budaya. Menurut koentjaraningrat (1976;28) budaya itu sendiri adalah budaya dari budi yang berupa cipta dan rasa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa. Masing-masing daerah memiliki budaya nya masing-masing, budaya terbentuk secara alimiah sedangkan kebudayaan suatu hasil yang diciptakan oleh manusia. Budaya terbentuk dari kebiasaan masyarakat yang menjalankan kehidupan nya sehari-hari, kemudian hal-hal yang telah menjadi kebiasaan dituangkan ke dalam suatu bentuk kesenian yang akhirnya akan menciptakan suatu bentuk kebudayaan yang mencerminkan kehidupan masyarakat disekitarnya.
Berbicara mengenai budaya melayu tentu hal yang paling mendasar yang harus kata ketahui adalah pesan yang telah diwarisi secara turun-menurun. Kesemua hal-hal mendasar itu tentu saja berlandaskan ajaran agama islam karena asal muasal budaya melayu sedikit banyak berasal dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang-pedagang arab pada masa itu. Seperti kesenian yang kita biasa saksikan sekarang yaitu tari Zapin, syair, alat musik gambus dan sebagainya. Tentunya semua telah mengalami penyesuaian sehingga bisa masuk menjadi suatu kebudayaan yang pas bagi masyarakat melayu.[5]
Dengan semakin berkembangnya zaman tentu terjdi berbagai macam perubahan pada kesenian dan kebudayaan melayu. Hal ini tidak dapat kita hindari, berbagai interaksi dari kebudayaan luar dapat mempengaruhi keutuhan kebudayaan melayu itu sendiri. Namun ada pepatah mengatakan “Takkan melayu hilang dibumi”. Dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi ditengah masyarakat maka perubahan bentuk dan struktur juga akan berkembang seiring berjalannya waktu. Dalam artian, kesenian dan kebudayaan melayu akan dapat menyesuaikan diri dari waktu kewaktu. Hal ini dapat diwujudkan dalam kesenian melayu kontemporer. Namun dalam perubahannya tetap harus didasari oleh nilai-nilai luhur yang dasar masyarakat melayu, sehingga warisan kebudayaan melayu dapat dipertahankan.[6]






[1] http://singkrof.blogspot.com/2012/03/agama-dan-kepercayaan-dalam-kehidupan.html 
[2] Rajainilamarboet.blogspot.com
[3] http://singkrof.blogspot.com/2012/03/agama-dan-kepercayaan-dalam-kehidupan.html
[4] http://www.kucoba.com/2012/11/sejarah-masuknya-islam-ke-indonesia.html

[5] http://www.mahyudinalmudra.com/work/detail/290/kemelayuan-dan-keislaman-di-indonesia.

[6] http://www.wisatapekanbaru.com/sekapur-sirih-budaya-melayu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar